Pandemi global telah membawa perubahan besar pada berbagai sektor kehidupan, tidak terkecuali dunia pendidikan. Konsep “new normal” dalam pendidikan bukan hanya soal penerapan protokol kesehatan, melainkan juga sebuah transformasi mendasar dalam paradigma, struktur, dan praktik pembelajaran. Perubahan ini membuka peluang bagi sistem pendidikan untuk menjadi lebih inklusif, adaptif, dan kolaboratif.
OECD dalam proyek Future of Education and Skills 2030 mencatat sejumlah inovasi yang saat ini mulai muncul dan diprediksi akan menjadi standar baru dalam pendidikan masa depan. Hal-hal yang dulunya jarang atau tidak umum kini mulai menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan modern.
Seiring dengan evolusi pemikiran tentang pendidikan, sistem pendidikan yang selama ini dianggap sebagai entitas mandiri mulai dipahami sebagai bagian dari ekosistem yang lebih luas. Sistem ini saling berkontribusi dan dipengaruhi oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya di sekitarnya. Oleh karena itu, konsep tanggung jawab bersama dan keterlibatan pemangku kepentingan pun mengalami perubahan signifikan. Pengambilan keputusan tidak lagi berada di tangan segelintir pihak, melainkan dibagi dan dilakukan secara kolaboratif oleh berbagai aktor, termasuk orang tua, pengusaha, komunitas, dan tentu saja siswa. Para pemangku kepentingan ini bersama-sama memikul tanggung jawab terhadap keberhasilan pendidikan siswa, termasuk peran aktif siswa itu sendiri dalam mengelola proses pembelajaran mereka.
Perubahan paradigma ini juga memengaruhi bagaimana efektivitas dan kualitas pengalaman sekolah diukur. Fokus yang sebelumnya hanya pada hasil belajar dan pencapaian akademik siswa kini diperluas untuk mencakup kesejahteraan siswa serta kualitas proses pembelajaran itu sendiri. Hal ini menandai pergeseran dari sekadar mengejar “outcomes” menjadi juga mengutamakan “process” dalam pembelajaran.
Desain kurikulum dan jalur pembelajaran pun bertransformasi dari model linier dan seragam menjadi model yang dinamis dan non-linier. Model baru ini mengakui bahwa setiap siswa memiliki jalur belajar yang unik berdasarkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap awal yang berbeda saat memasuki pendidikan formal. Penilaian siswa juga mengalami perubahan dengan beragam jenis asesmen yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang berbeda, menggantikan dominasi tes standar.
Selain itu, pemantauan dan evaluasi kinerja sistem pendidikan tidak lagi hanya berfokus pada akuntabilitas dan kepatuhan, melainkan juga pada perbaikan sistem yang berkelanjutan melalui umpan balik yang rutin dan menyeluruh di seluruh tingkatan.
Yang paling signifikan, peran siswa dalam sistem pendidikan telah berubah dari peserta pasif yang sekadar mengikuti arahan guru menjadi partisipan aktif yang memiliki agensi pribadi dan ko-agensi bersama guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan dinamis.
Perbandingan Sistem Pendidikan Tradisional dan Sistem Pendidikan “New Normal”
Fitur | Sistem Pendidikan Tradisional | Sistem Pendidikan “New Normal” |
---|---|---|
Sistem Pendidikan | Sistem pendidikan adalah entitas yang berdiri sendiri | Sistem pendidikan adalah bagian dari ekosistem yang lebih besar |
Tanggung Jawab dan Keterlibatan Pemangku Kepentingan | Keputusan dibuat oleh kelompok tertentu dan mereka bertanggung jawab atas keputusan tersebut Pembagian tugas: Kepala sekolah mengelola sekolah, guru mengajar, siswa mendengarkan guru dan belajar | Pengambilan keputusan dan tanggung jawab dibagi di antara pemangku kepentingan, termasuk orang tua, pengusaha, komunitas, dan siswa Tanggung jawab bersama: Semua bekerja sama dan bertanggung jawab atas pendidikan siswa serta siswa belajar bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri |
Pendekatan terhadap Efektivitas dan Kualitas Pengalaman Sekolah | Hasil yang paling dihargai: Kinerja siswa, pencapaian siswa digunakan sebagai indikator evaluasi sistem untuk akuntabilitas dan perbaikan sistem Fokus pada kinerja akademik | Menghargai tidak hanya “hasil” tetapi juga “proses”: Selain kinerja dan pencapaian siswa, pengalaman belajar siswa juga diakui memiliki nilai intrinsik Fokus tidak hanya pada kinerja akademik tapi juga pada kesejahteraan holistik siswa |
Pendekatan terhadap Desain Kurikulum dan Progresi Pembelajaran | Progresi linier dan standar (kurikulum dikembangkan berdasarkan model pembelajaran linier yang terstandarisasi) | Progresi non-linier (mengakui bahwa setiap siswa memiliki jalur pembelajaran sendiri dan dilengkapi dengan pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang berbeda saat memulai sekolah) |
Fokus Pemantauan | Menghargai akuntabilitas dan kepatuhan | Akuntabilitas sistem sekaligus perbaikan sistem (perbaikan berkelanjutan melalui umpan balik di semua tingkatan) |
Penilaian Siswa | Pengujian standar | Berbagai jenis penilaian digunakan untuk berbagai tujuan |
Peran Siswa | Belajar dengan mendengarkan arahan guru dengan otonomi siswa yang berkembang | Partisipan aktif dengan agen siswa dan ko-agen, terutama dengan agen guru |
Sumber: OECD FUTURE OF EDUCATION AND SKILLS 2030: OECD LEARNING COMPASS 2030
Implikasi pada Pembelajaran di Sekolah Saat Ini
Perubahan paradigma yang dijelaskan di atas mulai terlihat pada praktik pembelajaran di sekolah-sekolah saat ini. Misalnya, guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan yang dominan, melainkan berperan sebagai fasilitator yang mendorong siswa untuk aktif mencari informasi dan berkolaborasi dengan teman sebaya. Pembelajaran berbasis proyek, diskusi kelompok, dan pendekatan pembelajaran diferensiasi semakin umum digunakan untuk mengakomodasi keragaman jalur belajar siswa.
Keterlibatan orang tua dan komunitas dalam proses pendidikan juga mengalami peningkatan, baik melalui komunikasi digital maupun partisipasi langsung dalam kegiatan sekolah. Hal ini sejalan dengan prinsip tanggung jawab bersama yang diusung dalam model pendidikan “new normal”.
Dalam hal penilaian, sekolah mulai mengadopsi metode asesmen yang lebih beragam, seperti portofolio, penilaian diri, dan proyek praktis, selain tes standar. Hal ini membantu memberikan gambaran yang lebih menyeluruh tentang kemampuan dan perkembangan siswa, serta memperhatikan aspek keterampilan hidup dan karakter.
Namun, implementasi model pendidikan “new normal” ini juga menghadapi tantangan, seperti keterbatasan sumber daya, kesiapan guru, serta kesenjangan akses teknologi. Oleh karena itu, perlu dukungan sistematis dari berbagai pemangku kepentingan agar transformasi ini dapat berjalan efektif dan berkelanjutan.
Secara keseluruhan, pergeseran ini menandai langkah maju menuju sistem pendidikan yang lebih inklusif, responsif, dan berfokus pada pengembangan potensi setiap siswa secara holistik.